Friday, June 20, 2008

Perlunya Kesepakatan Strategis


Oleh Aminuddin Siregar*
*Staf Pengajar Pada Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi
Tidaklah terlalu berlebihan apabila dikatakan, bahwa memperingati kebangkitan nasional sebagai hari bersejarah, sangat mungkin dijadikan sebagai momentum bersejarah pula untuk membuat suatu kesepakatan strategis. Bahwa bangsa ini berjanji untuk melakukan reformasi secara sungguh-sungguh. Kemudian disepakati secara bersama, bahwa bangsa Indonesia kembali pada keutuhan sebagai suatu bangsa untuk melaksanakan reformasi secara gradual.
Seperti kita semua tahu, bahwa fenomena yang belakangan ini muncul adalah fenomena yang mengarah pada lunturnya semangat nasionalisme bangsa kita. Fenomena itu diindikasikan oleh munculnya berbagai tuntutan dan egosentrik, atau boleh jadi lantaran etnosentrik. Atau apapun saja istilah yang klop untuk itu. Yang pasti ialah Indonesia tengah mengalami luka parah.
Tengoklah misalnya anak-anak muda kita yang nyaris terkooptasi oleh suatu nasionalisme gaya baru yang sudah sedemikian dirasuki kosmolitanisme terhadap hampir semua perilaku yang menafikan makna ke-Indonesiaan. Meskipun fenomena ini cuma terlihat jelas di kota-kota metropolitan yang nota bene diserbu berbagai arus perubahan yang dibawa langsung oleh fully global, yakni global sepenuh-penuhnya, sebagai bagian tak terelakkan dari penyebaran dan desakan multikultural dengan segala aspeknya.
Tetapi, ketika kita sampai pada kesadaran yang total, kita pun tersentak, betapa rumitnya dan ruwetnya persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Alangkah naifnya, bila generasi penerus, akan tercerabut dari akar budayanya sendiri, hingga lupa merasakan betapa nikmatnya menyantap pisang goreng, cinil, onde-onde, keripik ubi dan masakan-masakan tradisional lannya, seperti sayur pucuk ubi tumbuk menggantikannya dengan burger, pizza, hotdog dan produk-produk makanan lainnya yang memang kian menyerbu dan akan terus memburu generasi muda kita.
Tentu saja saya tidak bermaksud untuk melarang atau menghalangi siapa pun saja untuk menyantap dan menikmati semua makanan lezat itu. Tetapi dibalik semua itu ada hal penting yang perlu mendapat perhatian kita semua, yakni mengatasi persoalan kekian kita, mengatasi masalah kesejahteraan rakyat yang hingga hari-hari belakangan ini masih saja penuh misteri. Katakanlah Sumatera Utara yang punya kelimpahruahan komoditas, tetapi sulit meninggikan dan penyebaran tingkat kesejahteraan masyarakatnya, mengindikasikan bahwa kita memerlukan keseriusan mengatasinya. Sehingga kita dapat mengurangi lubang yang menganga lebar antara kaya miskin.
Saya juga tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, masyarakat ataukah pemerintah. Pihak eksekutif atau legislatif, pengusaha atau penguasa, para pebisnis dan pelaku ekonomi. Matinya pendidikan seperti yang dilihat Neil Postman, atau tidak. Melihat sekolah sebagai kapitalisme yang licik macam pandangan Paulo Preire atau bukan beradab. Sekali bukan maksud saya untuk mencari kambing hitam.
Tetapi ini adalah masalah kita bersama. Dan karena itu mesti diatasi secara bersama. Agar semangat nasionalisme generasi penerus dan semua kita-kita ini kembali bangkit dan menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa yang kuat, utuh. Tetap berada dalam koridor yang bersatu padu dengan ikatan yang melambangkan identitas nasional yang tidak tercerai-berai.
Persoalannya sekarang, apakah kesepakatan strategis ini dapat dicapai, apabila pada masa transisi sekarang ini hingga ke 2004, justru muncul kecenderungan perebutan kekuasaan ? Sementara keterpurukan ekonomi masyarakat di tingkat grass root dan persoalan sosial-kemasyarakatan semakin tajam, bila tidak dikatakan kian ekstrim.
Semua komponen
Benar, bahwa mencari kesepakatan itu tidak lah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Ketika proses itu berlangsung, masyarakat mempunyai asumsi lain apabila mereka merasa tidak dilibatkan didalamnya. Adapun para wakilnya di lembaga legislatif yang terhormat itu, di pusat atau di daerah seringkali (tidak) menjadi jaminan bagi mereka bahwa suara mereka dapat didengar.
Umumnya, masyarakat cenderung merasa bahwa suara mereka justru cuma terdengar sayup-sayup, yang semestinya dapat ditangkap secara lebih jelas dan jeli oleh para wakilnya. Sayangnya, banyak suara-suara cerdas yang di kumandangkan oleh rakyat, kemudian acap kali justru menjadi terabaikan.
Karena itulah antara lain mengapa dalam pencarian kesepakatan itu perlu melibatkan semua komponen. Sehingga proses menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima semua pihak tidak terjadi sepak belakang. Tetapi secara transparan dapat dijadikan sebagai momentum kesepakatan strategis mengatasi tiap persoalan yang mengemuka.
Dikatakan strategis, karena reformasi di semua aspek kepemerintahan dan kenegaraan memang amat sangat penting dan perlu. Kalau reformasi memang perlu dan harus, maka ia menjadi prioritas. Karena reformasi jadi prioritas, mesti ada kesepakatan strategis. Sebab sesuatu yang strategis itu mesti bisa mengurangi friksi.
Itu sebabnya, mengapa perlu mengambil kesepakatan strategis melalui sarana-sarana yang ada seperti, kompromi, rujuk nasional, atau lewat negosiasi. Di saat bersamaan, perlu mencari modus baru persambungan-persambungan kultural, seperti modus baru dialog, membangun wacana atau percakapan dengan tetap dalam koridor semangat saling menghormati perbedaan tanpa mempersoalkan latar belakang satu sama lainnya. Atau mungkin saja dengan jalan musyawarah dan apa pun saja sarananya, tetapi kesepakatan itu memang strategis.
Artinya, pencarian solusi atas berbagai persoalan politik dan masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi hingga sekarang ini bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan dan mencari sarana-sarana penyelesaian saling mengutungkan.
Katakanlah misalnya, pendekatan kultural, pendekatan politik, dan pendekatan lainnya yang senafas dengan jiwa demokrasi dan semangat kebangsaan kita dalam suatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian lebih dikenal dengan NKRI.
Kebangkitan Nasional
Agaknya, peringatan hari kebangkitan nasional tahun ini, kembali perlu kita sadari, betapa perlunya kesepakatan strategis untuk menyelamatkan bangsa ini dari berbagai ancaman bahaya yang setiap saat mengintai dan menghadang di depan kita. Seperti ketika pada tahun 1928, di mana bangsa kita sama-sama menyadari secara total, bahwa seluruh rakyat Indonesia mesti bersatu padu sebagai suatu bangsa mengusir Belanda melalui berbagai macam perlawanan.
Dengan memandang kebelakang, sembari merenungkan kembali kesejarahan yang telah diguratkan para pendiri negara ini, kemugkinan memprediksi arah ke masa depan sesudah tercapainya kesepakatan strategis. Bukan saja akan memberikan kepastian membangun kembali segala sesuatunya, melainkan juga akan memberi arti kesejarahan politik semenjak awal abad 21 ini.
Apakah itu melalui kompromi politik, negosiasi politik, atau melalui perundingan-perundingan politik. Bahkan bisa saja melalui berbagai saluran legal lainnya menurut aturan main yang disepakati. Cara-cara penyelesaian seperti, melalui kompromi, agaknya masih tetap relevan untuk dilakukan, bila dilihat dalam konteks kebangkitan nasional, yang menandakan adanya ikatan dan identitas kebersamaan kita sebagai suatu bangsa.
Seperti kita ketahui bahwa, saat sekarang ini, pemerintah berada dalam posisi sulit untuk menentukan, apalagi memastikan arah penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi. Termasuk masalah ketidak akuran antara pemerintah dengan lembaga perwakilan pusat. Begitu juga perbedaan pandangan dikalangan politisi, khususnya yang menyangkut soal amandemen UUD 45.
Melihat kenyataan seperti itu, maka wajar saja melibatkan semua komponen untuk mencari penyelesaian politik. Tentu saja penyelesaian yang diharapkan ialah penyelesaian yang tidak menimbulkan pukulan berat kepada rakyat banyak ini. Maka itu diperlukan kesepatan strategis. Sebab akumulasi dari sejumlah soal yang mengemuka telah menjadi semakin ruwet. Untuk mengatasi keruwetan itu, diperlukan pemikiran jernih, kesabaran dan kearifan, termasuk stamina dan daya tahan menuju kesepakatan strategis. Itu saja.

No comments:

Post a Comment